BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Posisi
akal dalam pemahan orang Barat memiliki posisi yang paling tinggi, sehingga hal
itu menjadi sumber Ilmu pengetahuan bagi mereka. Akal segalanya bagi mereka
sehingga Rene Descrates mengungkapkan Cogito Ergosum aku berfikir maka
aku ada. Konsep ini terus meluas sehingga menyebabkan sekularisme
dan dari pemahaman ini juga atheis muncul.
Dalam pandangan
Islam akal diletakkan pada tempat yang layak, tidak meninggikannya hingga
menjadi sesuatu yang dipertuhankan, tetapi juga tidak direndahkan atau
dihinakan hingga penyandangnya tak ubahnya seperti hewan. Berkata
Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari, Islam telah
menunjukkan beberapa fenomena penghormatan terhadap akal; diantaranya dalam
menegakkan dakwah kepada iman berdasarkan kepuasan akal.
Dalam hal ini Islam mengarahkan untuk berpikir dan
mengamati, perhatikan firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala berikut, yang artinya:
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an ? Kalau kiranya
al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan
yang banyak di dalamnya." (QS: An-Nisaa':82)
Islam
juga menantang akal manusia agar mendatangkan kitab semisal al-Qur'an.
Diharapkan dengan ketidakmampuan akal manusia untuk mendatangkan kitab semisal
al-Qur'an, manusia mau mengakui bahwa al-Qur'an benar-benar datang dari sisi
Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya:
"Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur'an itu
jika mereka orang-orang yang benar." (QS: ath-Thuur:34)Selain itu, akal
juga diarahkan untuk memikirkan makhluk-makhluk Alloh (al-Qur'an Surah Ali
Imran: 191; ar-Ruum: 8), untuk memikirkan syari'at Alloh Subhanahu wa Ta'ala
(al-Baqarah: 179, 184 dan al-Jumu'ah: 9), untuk mengamati umat-umat terdahulu
dan mengapa mereka durhaka (al-An'am: 6,11) dan juga diarahkan agar akal
manusia mau memikirkan kejadian-kejadian alam dan kehidupan sekitarnya
(al-Kahfi : 45)Allah 'Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: "Dan mengapa
mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka ? Allah tidak menjadikan
langit dan bumi dan apa yang berada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan)
yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara
manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rabb-nya" (QS: ar-Ruum:
8)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas maka peneliti
memformulasikan melalui pertanyaan didibawah ini:
a.
Bagaimana konsep Akal dalam Perspektif
Barat dan Islam?
b.
Bagaimana peranannya dalam membangun
hubungan keperibadian
manusia
dengan Tuhan?
1.3
Maksud dan Tujuan
a.
Maksud
Penelitian
ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mendapatkan data-data tertulis yang sesuai
dengan rumusan masalah diatas. Juga mengetahui dan menganalis bagaimana orang
barat menkonsepkan serta memposisikan akalnya dalam kehidupan.
b.
Tujuan
Untuk
mengetahui lebih jauh tentang akal serta mengetahui dampak dari penggunaan atau
proses berfikir akal dari setiap masing-masing presepsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Akal Dalam Perspektif Barat
2.1.1
Akal dalam Sejarah Yunani
dan Perkembangannya
Berbicara
akal dalam perspektif Barat tidak lah lepas dari berbicara filsafat. Karena
filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan fikiran atau rasio[1]. Ilmu filsafat menurut
sejarah muncul pada tahun 650 SM di Athena dan orang yang dianggap pertama dalam
berfilsafat adalah Thales dan pada saat itu ajaran nabi Nuh as belum sampai ke
kepada mereka. Di Yunani pada saat itu masyarakat menggantungkan hidupnya
kepada mitos-mitos sebagai contoh adalah bahwa bumi terletak di ujung tanduk
kerbau besar bial binatang itu bergerak maka bumi berguncang, saat itulah
terjadi gempa. Manusia dibumi haruslah berteriak untuk menyatakan bahwa mereka
masih hidup, lantas gempa itu berhenti[2]. Lama kelamaan orang-orang
yunani yang tinggal di Athena mulai menanyakan tentang kebenaran mitos-mitos
yang selama ini menjadi tolak ukur kehidupan mereka. Dari sikap skeptis tersebut terhadap realita menjadi sebab
timbulnya filsafat di Yunani. Dari sinilah peranan akal dalam mencari hakikat
kebenaran menjadi alat untuk berfikir manusia.
Pemikiran
orang Yunani sebagai emberio filsafat Barat abad pertengahan, modern dan masa
berikutnya. Namun proses perkembangan para filosof mendapat tantangan yang
sangat besar pada abad pertengahan karena pada abad tersebut muncul
perkembangan teologi kristiani yang di bawa oleh Patristik. Para pemikir
kristiani menolak dengan apa yang diajarkan oleh para filosof tentang
kebenaran, karena menurut orang kristiani hal itu hanya kecerdikan manusiawi
belaka yang merupakan sifat berlebihan saja bahkan mengancam kemurnian iman
kristiani. Setelah dikeluarkannya pernyataan oleh Kaisar Costatinus Agung pada
tahun 313 yang terkenal dengn pernyataan “edik Milano” dimana kebebasan
beragama untuk semua orang keristen terjamin. Setelah itu agama keristen
berkembang dengan pesat dalam semua propinsi Kekaisaran Romawi. Zaman ini
disebut zaman keemasan Patristik. Pada zaman tersebut ajaran keristen sangat
mendimonasi.
Pada saat itu gejala masyarakat untuk melepaskan
diri dari kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa. Abad
pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara bebas, manusia
dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun lamanya. Pada abad ke 14 dan 15
terutama di Italia muncul keinginan yang kuat, sehingga memunculkan
penemuan-penemuan baru dalam bidang seni dan sastra, dari penemuan tersebut
sudah memperlihatkan suatu perkembangan baru. Manusia berani berpikir secara
baru, antara lain mengenai dirinya sendiri, manusia menganggap dirinya sendiri
tidak lagi sebagai viator mundi, yaitu orang yang berziarah di dunia
ini, melainkan sebagai faber mundi, yaitu orang yang menciptakan
dunianya.
Pada saat itu manusia mulai dianggap sebagai
pusat kenyataan, hal itu terlihat secara nyata dalam karya-karya seperti
a) Seniman seperti
Donatello, Botticelli, Michelangelo (1475-1564), Raphael (1483-1520, Perugino
(1446-1526, dan Leonardo da Vinci (1452-1592).
b) Dalam bidang
penjelajahan terlihat beberapa nama besar seperti Cristopher Colombus
(1451-1506) dan Ferdinand Magellan (1480-1521).
c) Sedangkan dalam bidang
ilmu pengetahuan terdapat beberapa tokoh hebat antara lain Nicolaus Copernicus
(1478-1543), Andreas Vasalius (1514-1564), Galileo Galilei (1546-1642),
Johannes Kepler (1571-1642), dan Francis Bacon (1561-1632).
Memasuki
abad ke 17 abad ini sebagai penentu
dalam dunia perkembangan filsafat. Rene Descrates yang dijuluki Bapak filsafat
Modern menyusun system filsafat yang dikenal dengan berfikir rasional. Rasionalisme
adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme
pada dasarnya ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan filsafat, dalam agama
rasionalisme adalah lawan autoritas. Sementara dalam bidang filsafat
rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya
digunakan untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam filsafat berguna
sebagai teori pengetahuan. Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada
sejak Thales ketika merumuskan filsafatnya, kemudian pada kaum sofis dalam
melawan filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles, dan beberapa filsuf
sesudahnya. Dalam abad modern tokoh utama rasionalisme adalah Rene Descartes,
Paham
yang berlawanan dengan rasionalisme adalah empirisme. aliran ini lebih
menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan peran akal dalam memperoleh
pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari rasionalisme.
Dalam menguatkkan doktrinya, empisme mengembangkan dua teori, yaitu teori
tentang makna yang begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam buku An
Essay concerning human understanding ketika ia menentang innate idea
(ide bawaan) rasionalisme Descartes yang kemudian dipertegas oleh D. Hume dalam
bukunya Treatise of human nature dengan cara membedakan antara idea dan
kesan (impression).
Pada
abad 20 kaum empirisis cendrung menggunakan teori makna mereka pada penentuan
apakah suatu konsep diterapkan dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang
teori makna berdekatan dengan positivisme logis. Oleh karena itu, bagi penganut
empirisis jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi
sebagai pola jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan
peristiwa yang sama. Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut pengikut
rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian mempunyai
sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika yang
dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat institusi
rasional. Empirisme menolak pendapat seperti itu, mereka menganggap bahwa
kebenaran hanya aposteriori yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh
empirisme yang eksis mengembangkan teori ini J. Locke, D. Hume dan H. Spencer.
Paham rasionalisme dan emperisme saling
berlawnan keduanya sama-sama mepertahankan kebenaran, padahal keduanya juga
memiliki titik kelemahan. Peran Immanual Kant diantara keduanya untuk mendamaikan kedua
aliran tersebut. Menurut Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua
unsur yaitu ‘pengalaman inderawi’ dan ‘keaktifan akal budi’. Pengalaman
inderawi merupakan unsur aposteriori (yang datang kemudian), akal budi
merupakan unsur apriori (yang datang lebih dulu). Empirisme dan
rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua unsur ini. Kant telah
memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan sebuah sintesis.
Penggunaan
akal oleh kaum rasionalis sangatlah menjadi acuan pertama dalam meraih
kebenaran. Hal ini menunjukan keberadaan akal untuk kaum rasionalis sangatlah
penting. Namun untuk empiris akal memiliki fungsi yang minim namun mereka tidak
juga menapikan akan keikut sertaan akal dalam menentukan kebenaran. Dari
beberapa uraian diatas menunjukan bahwa orang Barat memiliki anggapan bahwa
proses berfikir muncul pada abad ke 6 SM.
2.2 Peran Akal Dalam
Perspektif Barat Hubunganya Dengan Tuhan
Konsep Akal dalam pandang Rene Descrates yang
terkenal adalah ungkapan Cogito ergosum
(aku berfikir maka aku ada) ternyata membawa manusia terhadap pemikiran bahwa
Akal di atas segalanya. Penekanan bahwa akal atau rasio sebgai sumber ilmu juga
dilakukan oleh para filusuf lainya seperti Thomas Hobbes (m. 1679), Benedic
Spinoza (m.1677) John Locke (m. 1704) dll.
Pada zaman modern Filsafat Immanuel Kant
sangat berpengaruh, menurut Kant bahwa pengetahuan adalah mungkin namun
metafisika tidak, karena tidak bersandar pada panca indra sehingga tidak bisa
dibuktikan secara empirik.
Dari perkembangan ilmu filsafat Barat
Modern-sekuler juga melahirkan paham ateisme. Yang menjadi pelopor nya adalah
Leudwig Feurbach (1804-1872) murid dari Hegel. Dia sebetelunya ahli teolog. Filsafat
Hegel banyak terpengaruh oleh pemikiran Kant, Bagi Hegel pengetahun adalah
ongoing proses artinya dimana yang diketahui dan aku yang mengetahui terus
berkemabang tahap yang sudah tercapai disangkal atau di negasi oleh tahap baru.
Leudwig Feurbach berpendapat bahwa filsafat paling tinggi adalah Manusia
sekalipun agama dan teolog menyangkal, namun pada hakikatnya Agamalh yang
menyembah manusia (religion that worship man), karena dalam konsep teolog
kristiani bahwa tuhan adalah manusia dan manusia adalah tuhan (Go is Man and
Man is God ) jadi agama akan menafikan Tuhan yang bukan manusia[3].
Paham ini terus berkembang dan berkembang,
sehingga penulis berasumsi bahwa orientasi dari penggunaan Akal yang begitu
hebat yang dilakukan oleh orang barat berujung kepada sekulerisme dan
melahirkan Atheisme.
2.3 Akal Dalam Perspektif Islam
2.3.1
Defenisi Akal Secara
Etimologi (Bahasa)
Kata akal berasal dari kata dalam bahasa
Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah mashdar dari kata ‘aqola – ya’qilu – ‘aqlan
yang maknanya adalah “ fahima wa tadabbaro “ yang artinya “paham (tahu,
mengerti) dan memikirkan (menimbang) “. Maka al-‘aql, sebagai mashdarnya,
maknanya adalah “ kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu “. Sesuatu itu bisa ungkapan, penjelasan,
fenomena, dan lain-lain, semua yang ditangkap oleh panca indra. Letak akal Dikatakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj (22) ayat
46.
Artinya: “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan Itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
Dari ayat ini maka kita tahu bahwa al-’aql itu ada di dalam
al-qolb, karena, seperti yang dikatakan dalam ayat tersebut, memahami dan
memikirkan (ya’qilu) itu dengan al-qolb dan kerja memahami dan memikirkan itu
dilakukan oleh al-‘aql maka tentu al-‘aql ada di dalam al-qolb, dan al-qolb ada
di dalam dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah jantung, bukan hati
dalam arti yang sebenarnya karena ia tidak berada di dalam dada, dan hati dalam
arti yang sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-kabad
2.3.2
Defenisi Akal Secara
Terminologi (Istilah)
Akal adalah lawan dari jahl (kebodohan atau kejahilan). Keduanya berlawanan
dalam segala tahapnya: ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya. Meski
kejahilan mempunyaisemacam eksistensi subyektif dan refleksif, tapi ia tidak
memberi efek-efek obyektif dan aktual. Seperti halnya eksistensi warna dalam
cahaya. Pada hakikatnya, warna tidak memiliki eksistensi obyektif di alam
cahaya. Secara istilah, akal digunakan untuk menunjukkan salah satu definisi
berikut ini:
o Kemampuan untuk mengetahui sesuatu.
o Kemampuan memilah-milah antara kebaikan dan keburukan yang niscaya
juga dapat digunakan untuk mengetahui hal-ihwal yang mengakibatkannya dan
sarana-sarana yang dapat mencegah terjadinya masing-masing dari keduanya.
o Kemampuan dan keadaan (halah) dalam jiwa manusia yang mengajak
kepada kebaikan dan keuntungan dan menjauhi kejelekan dan kerugian.
o Kemampuan yang bisa mengatur perkara-perkara kehidupan manusia.
Jika ia sejalan dengan budi. Namun, manakala ia menjadi sesuatu yang mbalelo
dan menentang syariat, maka ia disebut nakra` atau syaithanah.
o Akal juga dapat dipakai untuk menyebut tingkat kesiapan dan
potensialitas jiwa dalam menerima konsep-konsep universal. An-nafs an-nathiqah
(jiwa rasional yang dipergunakan untuk menalar) yang membedakan manusia dari
binatang lainnya.
o
Dalam bahasa filsafat, akal
merujuk kepada substansi azali yang tidak bersentuhan dengan alam material,
baik secara esensial (dzaty) maupun aktual (fi’ly).
Jadi akal adalah mahluk yang mengarahkan jiwa dan membuatnya memilih
beberapa alternative serta memberi tahu mana yang baik dan mana yang buruk;
mana yang hal mana yang haram[4].
2.4 Kosep Akal Dalam Pandangan Al-Quran
Menurut
tinjauan Al Qur’an akal adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan anugerah
Allah SWT. dengannya manusia dibedakan dari mahluk
lain. Akal juga merupakan alat yang digunakan untuk mencari serta menyampaikan
kebenaran dan sekaligus sebagai pembukti, pembeda antara yang haq dan yang
bathil. asal saja persyaratan-persyaratan fungsi kerjanya dijaga dan tidak
diabaikan. Untuk lebih jelasnya marilah kita perhatikan dalil-dalil dari Al
Qur’an sebagai bukti dari ucapan di atas :
a.
Al Qur’an mengajak manusia untuk berfikir
sebagaimana disebutan di dalam surat Al Anfal ayat 22 dan surat Yunus ayat 100,
yang artinya : ” Sesungguhnya binatang (Makhluq) yang seburuk-buruknya pada
sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli”(Surat Al Anfal :22), kemudian
” Dan tidak seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah
melimpahkan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya”
(Yunus : 100),
b.
Mengambil manfaat atau kesimpulan sebab akibat
(kausalitas) yang mana hukum sebab akibat itu harus didasari dengan pemikiran,
lihat surat Ar Ra’d :11 artinya : “Bagi manusia ada Malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran di Muka dan belakangnya mereka menjaganya atas
perintah Allah sesungguhnya Allah tak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya;
dan sekali-kali tak ada pelindung dari mereka selain Dia” (Ar Ra’d : 11)
c.
Al Qur’an mengajak kaum muslimin untuk
mempelajari sejarah ummat-ummat terdahulu dan mengambil suatu pelajaran darinya
serta merenungkan nasib yang menimpa mereka. Hal ini menunjukan pengertian yang
jelas bahwa nasib yang menimpa mereka itu mempunyai hukum sebab akibat dan
tidak terjadi secara kebetulan. Kalau tidak demikian maka perintah Allah itu
tidak tidak ada manfaatnya. Artinya : “Sudah berapa banyak kota yang Kami
binasakan, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu
roboh menutupi atap-atapnya dan berapa banyak pula sumur yang telah
ditinggalkannya dan istana yang tinggi ” (surat Al Hajj: 45), artinya : “Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat memahami atau dapat mendengar ?
Karena dengan sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta itu
adalah hati yang di dalamnya dada” ( Surat 22: 46)
d.
Falsafah dan penjelasan hukum-hukum
berdasarkan pemikiran yang banyak terdapat di dalam Al Qur’an menunjukkan bahwa
akal itu adal;ah Hujjah, lihat surat Al Ankabut ayat : 45 dan surat Al Baqoroh
ayat 183 yang artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu
Alkitab dan dirikanlah Sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari
perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat)
adalah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( 29:45). Artinya: ” Hai orang-orang yang
beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (2:183)
e.
Ada lima Faktor yang disebutkan Al Qur’an yang
dapat mengahambat kesalahan kerja akal dalam menjalankan fungsinya antara lain
:
·
Lebih mengutamakan
Dhon (dugaan) daripada hal-hal yang pasti lihat surat Al An’am ayat 116 yang
artinya : “Dan jika menuruti orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanya mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka hanyalah berdusta (terhadap Allah)” Kemudian
lihat surat 17 ayat 36 yang artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan
hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya “.
·
Mengikuti jejak nenek
moyang, lalu menerima segala yang klasik tanpa disertai pembuktian. Lihat surat
Al Baqoroh :170 yang artinya : “Dan apabila dikatakan kepada mereka : Ikutilah
apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab : (Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapat dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah
mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun. Dan tidak dapat petunjuk ?” jika apa yang dianut dan yang
diyakini nenek moyang dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan
pembuktian-pembuktian secara rasional yang wajar, maka Al Qur’an akan
membenarkan hal itu dapat dilihat pada surat Yusuf ayat 38 yang artinya : ” Dan
aku mengikuti agama-agama Bapakku Ibrohim, Ishak, Ya’kub tiadalah patut bagi
kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yang demikian itu
adalah karunia Allah kepada kami Manusia (seluruhnya) tetapi kebanyakan manusia
tidak mensyukuri-Nya.”
·
Mengikuti dorongan
hawa nafsu lihat surat An-Najm : 23 yang artinya adalah :”Itu tidak lain
hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya; Alah tidak
menurunkan suatu keteranganpun untuk menyembahNya. Mereka hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. Dan
sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (A-Najm :
23) lihat juga surat Al An’am :119, surat Muhammad Ayat : 14,16. Suarat Rum :29
dan surat Al Qosshos : 50.
·
Terpengaruh
figur-figur tertentu tanpa pembuktian status figur itu apakah dia pantas
dipanuti (ditaati) atau tidak Lihat surat Al Ahzab : 67 artinya : ” Dan mereka
berkata : Ya Tuhan kami sesnguhnya kami telah mentaati pemimpin-peimpin dan
pembesar-pembesarkami lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”
·
Tergesa-gesa dalam
membenarkan atau mengingkari sesuatu tanpa dibuktikan terlebih dahulu, termasuk
suatu hal yang tidak tidak dibenarkan oleh Islam. Surat Al A’af : 169 yang
artinya : “…yaitu baqhwa mereka tidak akan menagatakan terhadap Allah kecuali
yang benar….Maksudnya : janganlah menyimpulkan bahwa sesuatu itu benar dari
Allah padahal belum dibuktikan kebenarannya”. Tergesa-gesa dalam mengingkari sesuatu,
lihat surat Yunus :39 artinya :” Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang
mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka
penjelasannya, demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan
(Rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu”.
2.5 Kosep Akal Dalam Pandangan Para Ulama
Para
teolog Islam mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut Abu Huzail akal adalah “daya untuk memperoleh pengetahuan, dan yang
membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya dan benda lain. Akal juga
mampu membuat abstraksi benda-benda yang ditangkap panca indera”. Pengertian
yang jelas tentang akal, terdapat dalam pendapat-pendapat para filosof muslim.
Pemikiran mereka juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran para filosof Yunani.
Akal dalam pendapat mereka merupakan salah satu daya dari jiwa yang terdapat
dalam diri manusia. Akal secara bahasa dari mashdar Ya’qilu, ‘Aqala, ‘Aqlaa,
jika dia menahan dan memegang erat apa yang dia ketahui.
ü Menurut Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata:
“Kata akal, menahan,
mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan,
menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk
akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk
mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan
ilmu.”
ü Menurut Syaikh Al
Albani:
“Akal menurut asal
bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dari mengikatnya agar
tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal
tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan
sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.”
ü Menurut Al Imam Abul
Qosim Al Ashbahany:
“Akal ada dua macam
yaitu : Thabi’I dan diusahakan. Yang thabi’I adalah yang datang bersamaan
dengan yang kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusu, makan, tertawa
bilangsenang, dan menangis bila tidak senang.
Kemudian seorang anak
akan mendapat tambahan akal di fase kehidupannya hingga usia 40 tahun. Saat
itulah sempurna akalnya, kemudian sesudah itu berkurang akalnya sampai ada yang
menjadi pikun. Tambahan ini adlah akal yang diusahakan.
Adapun ilmu maka setiap
hari juga bertambah, batas akhir menuntut ilmu adalah batas akhir umur manusia,
maka seorang manusia akan selalu butuh kepada tambahan ilmu selama masih
bernyawa, dan kadang dia tidak butuh tambahan akal jika sudah sampai puncaknya.[5]
2.6 Pembagian Akal Menurut
Para Ulama
Secara umum para Ulama membagi akal kedalam 4 (empat) bagian yaitu
diantaranya adalah sebgai berikut:
1.
Tehapan Akal-Potensi ('aqlun bi
al-quwwah atau 'aqlun hayuulaniyyun): Yaitu tahapan dimana akal manusia blm
bisa memahami apapun seperti yg ada pada anak bayi.
2.
Tahapan Akal-Dimiliki ('aqlun bi
al-malakah): Yaitu dimana akal sudah bisa mengerti hal-hal yang bersifat
gamblang atau mudah, seperti ilmu-ilmu panca indra.
3.
Tahapan Akal-De fakto atau Aktual
('aqlun di al-fi'il): Yaitu manakala akal sudah bisa mengerti hal-hal bersifat
sulit atau yang perlu proses pikir dimana berfikir adalah gerak akal dari yang
diketahui menuju ke yang tdk diketahuinya. Yaitu ketika menemukan masalah yg
tdk bisa dimengertinya, maka ia berfikir, yaitu dengan cara mencari data-data
yg akurat di memori akalnya dan membanding-bandingkannya atau merangkainya atau
mengurainya dst sampai bisa menemukan jawaban terhadap yang tidak diketahuinya
itu. Inilah yg disebut pikir, yaitu gerak akal dari yg diketahuinya menuju ke yang
tidak diketahuinya. ketika akal manusia sudah mencapai derajat ini, maka ia
disebut dengan akal-aktual tsb.
4.
Tahapan Akal-Berguna (mustafaad atau
usable): Yaitu mnakala akal sudah mencapai derajat dimana ia sudah mampu
mengumpulkan semua data ilmu-ilmu mudah dan pikirnya yang sesuai dengan
kenyataannya, baik sesuai dengan kenyataan obyeknya yg dikenal dengan alam
bawah (materi) dan baik sesuai dg alam atas yg disebut induk ilmu (seperti
kitab pengetahuan qadha dan qadr dan kitab ilmu lauhu al-mahfuuzh), dan
menghadirkannya secara menyeluruh dan memperhatikannya yang juga secara menyeluruh
hingga ia menjadi akal yg tahu terhadap obyek-objeknya yang senyatanya.
2.7 Hakikat dan Peran Akal Hubungannya Dengan Tuhan
Didalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Sesungguhnya kami telah
mengemukakan kepada langit , bumi dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk
memikil amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikulah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat
bodoh.(Q.s Al-Zab ; 72)
Menurut ahmad syauqi bahwa ayat ini merupakan hakikat dari
pendelegasian akal kepada manusia. Belaiau berpendapat bahwa amanat yang
tertera pada Q.s al-Ahzab itu adalah berupa kepemilikan akal; unsur
yangberkaitan erat dengan jati diri manusia lainya (jiwa dan Roh) tanpa
terpisahkan. Jadi amanat itu segala sesuatu yang di bebankan kepada akal.
Mujahid menuturkan:
Ketika Allah menciptakan nabi Adam as. Allah telah menawarkan
amanat itu kepada langit, bumi, gunung dan semua mahluk yang ada di langit dan
yang ada dibumi tapi tidak ada diantara mereka yang menyaggupinya. Lantas allah
bertanya kepada Nabi Adam as. Apakah kamu bisa menerima amanat ini?
Wahai tuhanku apakah amanat itu? Tutur nabi Adam as.
Allah Menjawab” jika kamu berbuat baik, akau akan memberimu pahala
dan jika berbuat buruk maka aku bakan menghukumu”
Nabi adam as berkata, “ aku menerimanya’ wahai tuhanku”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abas r.a.,
Amanat itu adalah kewajiban-kewajiban
yang telah ditawarkan oleh Allah kepada langit, gunung dan semua mahluk yang
ada di langit dan yang ada dibumi jika kamu berbuat baik, akau akan memberimu
pahala dan jika berbuat buruk maka aku bakan menghukumu, mereka semua
memikirkan pewaran tersebut lalu akhirnya menolaknya. Kemudian amanat itu
ditawarkan kepada manusia dan dia menerimanya.
Dari pernyataan tersebut di bisa di
ketahui bahwa pahala dan dosa hanya diberikan kepada orang yang diberikan oleh
Allah kemampuan memilih dan membedakan antara yang benar dan yang salah dan
aktifitas tersebut merupakan bagian dari fungsi akal. Keberadaan akal dalam diri Muslim sangatlah
penting dalam menunjang kehidupan dunia dan akhirat sehingga Rasulullah SAW
bersabda,
“segala sesuatu memiliki alat dan perangkat;alat dan perangkat
orang munngkin adalah akal, segala sesuatu memiliki tunggangan tunggangan
manusia adalah akal. Segala sesuatu meiliki tujuan tujuan ibadah adalah akal.
Setiap kaum memiliki gembala gembala para ahli ibadah adalah akal. Setiap puing
reruntuhan pasti ada pembangunannya pembangunan akhirat adalah akal. Dan setiap
perjalan jauh ada tempat untuk berteduh tempat berteduh orang muslim adalah
akal”.
Imam Abu Ja’far Muhammad
Al-Baqir berkata, "Ketika Allah menciptakan akal, Dia mengajaknya
berbicara. Allah berkata, ‘Menghadaplah (kepada-Ku)!’ Maka, akalpun segera
menghadap. Kemudian Allah berfirman kepadanya, Demi kebesaran dan kemuliaan-Ku,
tiada makhluk yang lebih Aku cintai daripada kamu. Dan tidak Aku sempurnakan
kamu melainkan pada orang-orang yang Aku cintai. Kepadamulah Aku menyuruh,
melarang, menyiksa, dan memberi pahala.’"
Berdasarkan keterangan di atas bahwa kedudukan akal dalam
kepribadian seorang muslim sangat multifungsi dalam kehidupan ini karena
keberadaan akal adalah bagian untuk menghantarkan dirinya menuju sang Khalik
dengan Husnul Khatimah. Dan akal juga termasuk mahluk yang dicintai Allah, oleh
karena itu manusia dalam menggunakan akal nya harus sesuai dengan petunjuk yang
Allah berikan.Namun Allah SWT tidak membiarkan akal sendirian tanpa petunjuk
yang lurus maka dia Allah SWT menurunkan Al-quran sebgai cahaya dan petunjuk
serta mengutus Rasulullah s.a.w sebagai guru umat manusia sebagaimana
firmannya:
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami
telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah,
serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S Albaqarah: 151)
Peranan akal menjadi titik sentral dalam
keperibadian muslim karena akalah penyebab taklif dalam kehidupan manusia di
dunia. Dalam hal ini akal berfungsi mengarahkan jiwa manusia.
Imam ahmad meriwayatkan dalam musnad bahwa Nabi s.a.w memohon
kepada Allah SWT dengan doanya,
Artinya;
“Ya allah aku memohon kepadamu petunjuk, ketaqwaan, kesucian dan
kekayaan”
Petunjuk merupakan fondasi bagi akal yang sehat. Dan akal yang
sehat itu adalh kebutuhan pokok yang paling penting bagi manusia. Petunjuk itu
mengarahkan manusia untuk mengenal Tuhannya, beribadah dan bertakwa kepada-Nya.
Bila seseorang sudah bertakwa kepada Allah maka dia akan suci dari segala hal
yang dapat mengotori agama dan kemuliaannya. Apabila ketiga hal tersebut sudah
dimiliki maka manusia akan jadi kaya yaitu kaya jiwa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akal dalam pandangan orang Barat
memiliki kedudukan yang paling tinggi dalam kehidupan. Benar dan salahnya suatu
realitas digantungkan terhadap akal mereka. Dampak atau effek dari akal sebagai
bagian dari segalanya menyebabkan mereka jauh dari mengenal Tuhannya, semakin
memuja akal semakin Jauh dari Tuhan. Akal dalam pandangan Islam adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan
anugerah Allah SWT. dengannya manusia dibedakan
dari mahluk lain. Akal juga merupakan alat yang digunakan untuk mencari serta
menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai pembukti, pembeda antara yang haq
dan yang bathil.semakin orang menggunakan akal nya maka akan semakin dekat
dengan Tuhannya.
Akal memiliki peran yang sangat besar
dalam ajaran Islam sebagaimana Hadist Rasulullah SAW. Bersabada “segala sesuatu
memiliki alat dan perangkat;alat dan perangkat orang munngkin adalah akal,
segala sesuatu memiliki tunggangan tunggangan manusia adalah akal. Segala
sesuatu meiliki tujuan tujuan ibadah adalah akal. Setiap kaum memiliki gembala
gembala para ahli ibadah adalah akal. Setiap puing reruntuhan pasti ada
pembangunannya pembangunan akhirat adalah akal. Dan setiap perjalan jauh ada
tempat untuk berteduh tempat berteduh orang muslim adalah akal”. Jelas bahwa
akal bisa menjadi alat yang efektif dalam Taqarub kepada Allah SWT.
3.2 Rekomendasi
Dalam upaya untuk memperkaya Khazanah
keIslaman maka penulis merekomendasikan agar Makalah ini untuk disempurnakan.
Karena masih banyak sumber yang menerangkan akal dan belum terkaji. Hal ini
guna mengingatkan kepada semua umat bahwa keberdaan akal dalam peribadi muslim
dapat menjadi medium dalam bertaqarub keda Allah SWT
DAFTAR PUSTAKA
Syauqi, Ahmad I.2012.Misteri Potensi Gaib Manusia.Qisthi
Press, Jakarta
Bagir, Haidar.2005. Buku Saku Filsafat
Islam.Arasy Mizan, Bandung
Khasan, Mahfud.1998.Kamus Pupoler.Bintang
Pelajar, ttd
Tafsir, Ahmad.2012.Jalan Menuju Langit.Simbiosa,
Bandung
Bertens, K.1975.Ringkasan Sejarah
Filsafat.Kanisius,Yogyakarta
Fautanu, Idzam.2012.Filsafat Ilmu.Feperense,
Jakarta
Husaeni, Ardian.2013.Filsafat Ilmu.Gema
Insani,jakarta
Qomarulhadi.1981.Membangun Insan Seutuhya.Ossfet
cet-I, ttd
Mulla Shadra, Syarh
Ushul al-Kafi, Kitab Al-‘Aql wa Al-Jahl, hadis pertama. Mussase-Muthala’at
WA tahqiqat-e farhangge. Allamah Thabathaba`i,
al-Mizan, tafsir ayat 130 surah al-Baqarah.
Muhaqqiq
Lahiji, Syarh Gulsyan-e Raz.ttd.
Syaikh
Qusyairi, Rasail Qusyayriyyah, Ttd.
Kasyani, Ishthilahat
ash-Shufiyyah, terbitan Bidr
http.
akal dalam pandangan al quran.com tgl.12 Juni hari kamis pukul 09.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar